MANADO—Gubernur Sulut SH Sarundajang yang tetap komitmen dan konsisten dengan perjuangannya menolak izin pengoperasian sebuah perusahaan tambang asing di Minut, mendapat dukungan dari Prof DR HM Amien Rais saat berkunjung ke Manado.
Ini terungkap saat bedah buku ‘Selamatkan Indonesia’ karya Amien Rais, Sabtu (19/7) di Ritzy Hotel Manado. Terkait dengan koorporasi asing yang menguasai aset-aset nasional, pun tak luput dari sindiran Amien. Banyak sumber daya alam (SDA) yang dikuasai oleh negara asing merupakan pengulangan sejarah tiga abad lalu, saat Nusantara mulai dikuasai oleh VOC. “Saatnya bangkit Selamatkan Indonesia,” ujar Amien. Kesamaan visi kebangsaan pun terlihat dari keduanya, yang tidak ingin lagi dijajah oleh kekuatan liberalisme baru. Kalau dulu, bangsa ini dijajah dan dirampas rempah-rempahnya, kini sadar atau tidak, bangsa ini masih dijajah dengan kekuatan ekonomi dan teknologi. “Kekayaan daerah ini harus dijaga dan dipergunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Bukan untuk dibawah pihak asing,” ujar SHS. Karenanya 100 tahun kebangkitan nasional dan 10 tahun reformasi, Prof DR HM Amien Rais sebagai tokoh reformasi, kembali menuangkan kritik-kritik ‘pedas’ dalam buku Selamatkan Indonesia! Sebuah agenda mendesak yang harus dilakukan oleh seluruh elemen pendukung bangsa ini. Buku yang diterbitkan oleh PPSK Press di bedah secara detail oleh tokoh-tokoh intelektual Sulut. Yang hadir, Gubernur Sulut Drs SH Sarundajang, Dr Bert A Supit, dan Prof DR Lucky Sondakh. Turut hadir pula tokoh-tokoh PAN dan Muhammadiyah se-Sulut. Dalam bedah buku yang memakan waktu sekitar 3 jam ini, mencatat pengakuan Amien bahwa dalam buku yang berisi ulasan, usulan, dan kritikan, kemungkinan akan dianggap sebagai kritik yang tajam, terutama oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) disadari olehnya. “Saya sadar bahwa usulan kritis dalam risalah ini oleh sebagian masyarakat, khususnya pemerintah Yudhoyono, dianggap terlalu keras dan tajam,” tulis Amien dalam kata pengantarnya. Bagi Amien, masalah besar Indonesia tidak berada jauh di atas langit maupun di kedalaman tanah. Sederhana, kemiskinan, keterbelakangan, dan tercecer dalam derap kemajuan bangsa-bangsa lain. “Ini karena nasionalisme bangsa Indonesia terlalu sempit, hanya bergelora pada penampilan luarnya,” ujarnya. Ibarat rumah di pinggir jalan raya, bangsa memiliki obsesi agar pagar rumah terlihat bersih, mengkilat, dan tidak boleh berdebu. Namun, ketika isi rumah dibawa pergi, pemilik rumah tidak melakukan tindakan apa pun. “Jadilah tampak muka rumah yang paling penting, yang lain masih bodoh, yang penting penampilan,” kritiknya. (cw-06)
Manado Post, July 21, 2008 at 08:57 AM |